Krisis multidimensi yang melanda negeri tercinta akhir-akhir ini, salah satu dan faktor paling utamanya adalah krisis moral. Rendahnya moral para pejabat pemerintah dan penyelenggara negara mulai dari tingkat pusat sampai daerah, para pelaku ekonomi, politisi serta komponen masyarakat lainnya menjadi penyebab mengapa program pemberantasan korupsi, mafia hukum, pengentasan kemiskinan, penanggulangan bencana, penurunan angka pengangguran, kriminalitas, penanganan TKI, TKW dan sederet program lainnya tidak pernah berhasil optimal hingga kini.
Mengapa
tidak…karena jika dilihat dari sisi kompetensi kemampuan sudah lebih
dari cukup. Sangat banyak orang yang pintar dan ahli dalam bidangnya,
namun kepandaian dan keahliannya itu tidak diimbangi dengan akhlak dan
moral yang memadai, sehingga tidak jarang kita saksikan mereka berbuat
dan berbicara hanya berdasarkan keilmuan semata, tidak dengan hati
nurani bahkan sering ucapan sangat berlainan dengan perbuatannya.
Salah satu dan paling utama untuk
mengatasi itu semua tiada lain adalah kembali kepada ajaran agama.
Tingkat pengetahuan dan pemahaman agama yang tinggi akan mendorong
manusia untuk berperilaku dan berakhlak sesuai dengan ajaran agamanya.
Perlu diingat bahwa agama mengajarkan kepada umatnya bukan hanya untuk
menjadi pintar tetapi juga benar. Menanamkan keyakinan bahwa apapun,
kapanpun dan dimanapun yang dilakukan manusia tidak akan luput dari
pengetahuan dan pengawasan Tuhan Sang Pencipta.
Oleh karena itu, usaha yang dilakukan
beberapa pemerintah daerah kabupaten/kota yang mengeluar Peraturan
Pemerintah Daerah (Perda) tentang kewajiban memiliki ijazah MDA
(Madrasah Diniyah Awaliyah atau sekarang menjadi Madrasah Diniyah
Takwiliyah/DTA) bagi calon siswa muslim yang akan mendaftar ke tingkat
SLP perlu ditiru dan laksanakan oleh pemda-pemda yang lain.
Semua tentu sepakat bahwa pendidikan yang
terbaik adalah pendidikan yang dilakukan dan diawali sejak dini serta
berkelanjutan. Berkaitan dengan ini, di satu sisi patut bersyukur dengan
adanya Direktorat Pendidikan Usia Dini di Kementrian Pendidikan
Nasional sehingga saat ini bermunculan lembaga-lembaga pendidikan usia
dini termasuk yang berkonsentrasi dalam bidang keagamaan seperti TPA,
TKA, RA (untuk umat Islam) dan lain-lain.
Namun itu belum cukup apabila tidak
diteruskan kejenjang berikutnya, dan ini perlu campur tangan pemerintah
dalam hal ini Pemda Kabupaten/Kota. Sebagai contoh, tidak jarang anak
yang awalnya masuk TPA (Taman Pengajian Al-Quran) misalnya, tapi
kemudian berhenti mengaji setelah kelas 5 apalagi setelah masuk SMP.
Ada memang beberapa pemerintah daerah,
misalnya saja Pemda Karawang Jawa Barat berusaha untuk mengatasi masalah
tersebut merencanakan program penambahan jam pelajaran agama Islam di
SD dengan fokus tambahan pada penguasaan baca tulis Al-Quran (sebagai
kelanjutan program pemberantasan Buta Aksara Latin yang telah berhasil
dicapai). Namun itu tidak cukup, karena beragama yang benar tidak cukup
sekedar mampu membaca kitab sucinya, tetapi yang terpenting adalah
memahami dan mengamalkan isinya. Dan yang terakhir ini tidak bisa
diperoleh dengan benar tanpa melalui belajar dan bimbingan yang kontinyu
dari seorang guru. Bila tidak, akan terjadi salah pemahaman agama,
sebagaimana yang terjadi pada mereka yang menjadi “teroris”.
Untuk itu mari kita dukung pemda-pemda
yang sudah mulai merencanakan membuat perda MDA dan kita dorong agar
segera direalisasikan. Semoga negara kita segera keluar dari krisis
multidimensi ini melalui pendidikan moral keagamaan sejak dini dan
berkelanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar