SUATU waktu sahabat Usamah bin Zaid bertanya kepada Rasulullah saw.:
“Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu memperbanyak berpuasa
(selain Ramadhan) kecuali pada bulan Sya’ban? Rasulullah saw. menjawab:
“Itu bulan dimana manusia banyak melupakannya, yaitu antara Rajab dan
Ramadhan. Di bulan itu segala perbuatan dan amal baik diangkat ke Tuhan
semesta alam, maka aku ingin ketika amalku diangkat, aku dalam keadaan
puasa”. (HR. Abu Dawud dan Nasa’i).
Dalam Riwayat Imam Bukhari
dan Muslim, Sayyidatina Aisyah r.a. berkata: “Aku belum pernah melihat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menyempurnakan shaum selama
satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan, dan aku belum pernah
melihat beliau memperbanyak shaum dalam satu bulan kecuali pada bulan
Sya’ban.” (HR. Bukhari No. 1833, Muslim No. 1956).
Dilain tempat
beliau (sayyidatina Aisyah r.a.) juga berkata: “Suatu malam Rasulullah
saw. shalat, kemudian beliau bersujud panjang sehingga aku menyangka
bahwa Rasulullah saw. telah diambil. Karena curiga maka aku gerakkan
telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Setelah Rasulullah saw.
selesai shalat beliau berkata: “Hai Aisyah engkau tidak dapat bagian?”.
Lalu aku menjawab: “Tidak ya Rasulullah, aku hanya berfikiran yang
tidak-tidak (menyangka Rasulullah saw. telah tiada) karena engkau
bersujud begitu lama”. Lalu beliau bertanya: “Tahukah engkau, malam apa
sekarang ini”. “Rasulullah yang lebih tahu”, jawabku. Beliau pun
berkata: “Malam ini adalah malam nisfu Sya’ban, Allah mengawasi
hamba-Nya pada malam ini, maka Ia memaafkan mereka yang meminta ampunan,
memberi kasih sayang mereka yang meminta kasih sayang dan menyingkirkan
orang-orang yang dengki.” (H.R. Baihaqi dari Ala’ bin Harits).
Jika kita cermati, beberapa riwayat diatas setidaknya memberikan
penjelasan kepada kita akan keutamaan-keutamaan bulan Sya’ban. Dikatakan
bahwa bulan Sya’ban ialah bulan dimana amal-amal perbuatan manusia
diangkat ke hadirat Tuhan penguasa alam. Bulan Sya’ban juga merupakan
bulan dimana Allah swt. -saat malam pertengahan bulan Sya’ban- mengawasi
hamba-hamba-Nya (adakah diantara mereka yang mendirikan qiyamul lail
saat itu), memaafkan mereka yang memohon ampunan, mencurahkan kasih
saying bagi mereka yang mengharapkannya dan menyingkirkan
hamba-hamba-Nya yang bersifat pendengki.
Dan jika mau kita
cermati beberapa riwayat diatas, ada dua hal yang biasa atau setidaknya
pernah dilakukan rasulullah saw. di bulan Sya’ban yaitu memperbanyak
berpuasa serta ber-qiyamul lail (mendirikan shalat) pada malam
pertengahan bulan Sya’ban.
Memperbanyak berpuasa merupakan
amaliah yang sangat gemar dilakukan Rasulullah saw. di bulan Sya’ban.
Maksud memperbanyak disini bukan berarti beliau melakukannya sebulan
penuh akan tetapi beliau sering mengisi hari-hari di bulan Sya’ban
dengan berpuasa.
Di samping menganjurkan berpuasa di bulan
Sya’ban, Rasulullah saw. juga melarang umatnya berpuasa jika hal
tersebut dilakukan sehari atau dua hari sebelum bulan sya’ban berakhir.
Sebagaimana sabda saw. : “Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan
puasa sehari atau dua hari sebelumnya kecuali orang yang terbiasa
berpuasa maka puasalah.” (HR. Bukhari No. 1983 dan Muslim No. 1082 dari
Abu Hurairah).
Dalam hal ini Imam Nawawi dalam kitab Majmu’nya
mengatakan bahwa apabila puasa sehari atau dua hari tersebut memiliki
sebab atau merupakan kebiasaan dia berpuasa, seperti puasa dahr (puasa
satu tahun penuh), puasa nabi daud (satu hari puasa satu hari berbuka)
atau puasa senin-kamis maka maka hal tersebut di bolehkan. Namun jika
tidak, maka hal itu terlarang.
Adapun tentang qiyamul lail,
meskipun apa yang diriwayatkan Imam Baihaqi bersifat mursal (kurang
valid), namun hal ini tidak mengurangi akan keutamaan bulan Sya’ban
melihat banyak riwayat sahih lainnya yang menunjukkan keutamaan bulan
tersebut. Jadi, adalah mulia jika malam nisfu Sya’ban diisi dengan
memperbanyak ibadah shalat, zikir, membaca al Qur’an, berdoa atau
bermacam kegiatan positif lainnya
Waba’du, marilah kita
manfaatkan kesempatan mencicipi bulan yang penuh keutamaan ini dengan
memperbanyak ibadah puasa atau amal shalih lainnya. Selain sebagai
manifestasi pendekatan diri kepada Allah swt. (taqarruban ilallah),
puasa juga bisa menjadi ajang pemanasan dalam menghadapi bulan Ramadhan
yang didalamnya diwajibkan berpuasa. Jika seseorang terbiasa berpuasa
sebelum Ramadhan, maka ia akan lebih terbiasa, lebih kuat dan lebih
bersemangat dalam menunaikan puasa wajib di bulan Ramadhan
endass
Mewujudkan Madrasah yang BERIMAN (Berkualitas, Edukatif, Ramah, Inovatif, Maju, Amanah dan Nyaman)
Rabu, 18 Mei 2016
Kamis, 05 Mei 2016
Bulan Rajab dan Keutamaannya
Bulan Rajab dan Keutamaannya
Bulan Rajab adalah salah satu bulan mulia, yang telah Allah Ta’ala sebutkan sebagai asyhurul hurum (bulan-bulan haram). Maksudnya, saat itu manusia dilarang (diharamkan) untuk berperang, kecuali dalam keadaan membela diri dan terdesak. [1]
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah , dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram …” (QS. Al Maidah (95): 2)
Ayat mulia ini menerangkan secara khusus keutamaan bulan-bulan haram, yang tidak dimiliki oleh bulan lainnya. Bulan yang termasuk Asyhurul hurum (bulan-bulan haram) adalah dzul qa’dah, dzul hijjah, rajab, dan muharam. (Sunan At Tirmidzi No. 1512)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
السنة اثنا عشر شهراً، منها أربعةٌ حرمٌ: ثلاثٌ متوالياتٌ ذو القعدة، وذو الحجة والمحرم، ورجب مضر الذي بين جمادى وشعبان”.
“Setahun ada 12 bulan, di antaranya terdapat 4 bulan haram: tiga yang awal adalah Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharam. Sedangkan Rajab yang penuh kemuliaan antara dua jumadil dan sya’ban.” (HR. Bukhari No. 3025)
Dinamakan Rajab karena itu adalah bulan untuk yarjubu, yakni Ya’zhumu (mengagungkan), sebagaimana dikatakan Al Ashmu’i, Al Mufadhdhal, dan Al Farra’. (Imam Ibnu Rajab, Lathaif Al Ma’arif, Hal. 117. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Banyak manusia meyakini bulan Rajab sebagai bulan untuk memperbanyak ibadah, seperti shalat, puasa, dan menyembelih hewan untuk disedekahkan. Tetapi, kebiasaan ini nampaknya tidak didukung oleh sumber yang shahih. Para ulama hadits telah melakukan penelitian mendalam, bahwa tidak satu pun riwayat shahih yang menyebutkan keutamaan shalat khusus, puasa, dan ibadah lainnya pada bulan Rajab, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani dan Syaikh Yusuf Al Qaradhawi. Benar, bulan Rajab adalah bulan yang agung dan mulia, tetapi kita tidak mendapatkan hadits shahih tentang rincian amalan khusus pada bulan Rajab. Wallahu A’lam
Sebagai contoh:
“Sesungguhnya di surga ada sungai bernama Rajab, airnya lebih putih dari susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa yang berpuasa Rajab satu hari saja, maka Allah akan memberikannya minum dari sungai itu.” (Status hadits: BATIL. Lihat As Silsilah Adh Dhaifah No. 1898)
“ Ada lima malam yang doa tidak akan ditolak: awal malam pada bulan Rajab, malam nishfu sya’ban, malam Jumat, malam idul fitri, dan malam hari raya qurban.” (Status hadits: Maudhu’ (palsu). As Silsilah Adh Dhaifah No. 1452)
“Rajab adalah bulannya Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.” (Status hadits: Dhaif (lemah). Lihat As Silsilah Adh Dhaifah No. 4400)
“Dinamakan Rajab karena di dalamnya banyak kebaikan yang diagungkan (yatarajjaba) bagi Sya’ban dan Ramadhan.” (Status hadits: Maudhu’ (palsu). As Silsilah Adh Dhaifah No. 3708)
Dan masih banyak lagi yang lainnya, seperti shalat raghaib (12 rakaat) pada hari kamis ba’da maghrib di bulan Rajab (Ini ada dalam kitab Ihya Ulumuddin-nya Imam Al Ghazali. Segenap ulama seperti Imam An Nawawi mengatakan ini adalah bid’ah yang buruk dan munkar, juga Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnu Nuhas, dan lainnya mengatakan hal serupa).
Walau demikian, tidak berarti kelemahan semua riwayat ini menunjukkan larangan ibadah-ibadah secara global. Melakukan puasa, sedekah, memotong hewan untuk sedekah, dan amal shalih lainnya adalah perbuatan mulia, kapan pun dilaksanakannya termasuk bulan Rajab (kecuali puasa pada hari-hari terlarang puasa).
Tidak mengapa puasa pada bulan Rajab, seperti puasa senin kamis dan ayyamul bidh (tanggal 13,14,15 bulan hijriah), sebab ini semua memiliki perintah secara umum dalam syariat. Tidak mengapa sekedar memotong hewan untuk disedekahkan, yang keliru adalah meyakini dan MENGKHUSUSKAN ibadah-ibadah ini dengan fadhilah tertentu yang hanya bisa diraih di bulan Rajab, dan tidak pada bulan lainnya. Jika seperti ini, maka membutuhkan dalil shahih yang khusus, baik Al Quran atau As Sunnah.
Sementara itu, mengkhususkan menyembelih hewan (istilahnya Al ‘Atirah) pada bulan Rajab, telah terjadi perbedaan pendapat di dalam Islam. Imam Ibnu Sirin mengatakan itu sunah, dan ini juga pendapat penduduk Bashrah, juga Imam Ahmad bin Hambal sebagaimana yang dikutip oleh Hambal. Tetapi mayoritas ulama mengatakan bahwa hal itu adalah kebiasaan jahiliyah yang telah dihapuskan oleh Islam. Sebab Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda dalam hadits shahih: “Tidak ada Al Fara’ dan Al ‘Atirah.” (Imam Ibnu Rajab, Lathaif Al Ma’arif Hal. 117)
Namun, jika sekedar ingin menyembelih hewan pada bulan Rajab, tanpa mengkhususkan dengan fadhilah tertentu pada bulan Rajab, tidak mengapa dilakukan. Karena Imam An Nasa’i meriwayatkan, bahwa para sahabat berkata kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, dahulu ketika jahiliyah kami biasa menyembelih pada bulan Rajab?” Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اذبحوا لله في أي شهر كان
“Menyembelihlah karena Allah, pada bulan apa saja.” (HR. An Nasa’i, hadits ini shahih. Lihat Shahih Al Jami’ Ash Shaghir wa Ziyadatuhu, 1/208)
Benarkah Isra Mi’raj Terjadi Tanggal 27 Rajab?
Ada pun tentang Isra’ Mi’raj, benarkah peristiwa ini terjadi pada bulan Rajab? Atau tepatnya 27 Rajab? Jawab: Wallahu A’lam. Sebab, tidak ada kesepakatan para ulama hadits dan para sejarawan muslim tentang kapan peristiwa ini terjadi, ada yang menyebutnya Rajab, dikatakan Rabiul Akhir, dan dikatakan pula Ramadhan atau Syawal. (Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 7/242-243)
Imam Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, bahwa banyak ulama yang melemahkan pendapat bahwa peristiwa Isra terjadi pada bulan Rajab, sedangkan Ibrahim Al Harbi dan lainnya mengatakan itu terjadi pada Rabi’ul Awal. (Ibid Hal. 95).
Beliau juga berkata:
و قد روي: أنه في شهر رجب حوادث عظيمة ولم يصح شيء من ذلك فروي: أن النبي صلى الله عليه وسلم ولد في أول ليلة منه وأنه بعث في السابع والعشرين منه وقيل: في الخامس والعشرين ولا يصح شيء من ذلك وروى بإسناد لا يصح عن القاسم بن محمد: أن الإسراء بالنبي صلى الله عليه وسلم كان في سابع وعشرين من رجب وانكر ذلك إبراهيم الحربي وغيره
“Telah diriwayatkan bahwa pada bulan Rajab banyak terjadi peristiwa agung dan itu tidak ada yang shahih satu pun. Diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dilahirkan pada awal malam bulan itu, dan dia diutus pada malam 27-nya, ada juga yang mengatakan pada malam ke-25, ini pun tak ada yang shahih. Diriwayatkan pula dengan sanad yang tidak shahih dari Al Qasim bin Muhammad bahwa peristiwa Isra-nya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terjadi pada malam ke-27 Rajab, dan ini diingkari oleh Ibrahim Al Harbi dan lainnya.” (Lathaif Al Ma’arif Hal. 121. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Sementara, Imam Ibnu Hajar mengutip dari Ibnu Dihyah, bahwa: “Hal itu adalah dusta.” (Tabyinul ‘Ajab hal. 6). Imam Ibnu Taimiyah juga menyatakan peristiwa Isra’ Mi’raj tidak diketahui secara pasti, baik tanggal, bulan, dan semua riwayat tentang ini terputus dan berbeda-beda.
Adakah Doa Khusus Menyambut Rajab, Sya’ban dan Ramadhan?
Tidak ditemukan riwayat yang shahih tentang ini. Ada pun doa yang tenar diucapkan manusia yakni: Allahumma Bariklana fi rajaba wa sya’ban, wa ballighna ramadhan, adalah hadits dhaifi (lemah).
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ رَجَبٌ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِي رَمَضَانَ
Dari Anas bin Malik berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jika masuk bulan Rajab, dia berkata: “Allahumma Barik lanaa fii Rajaba wa Sya’ban wa Barik lanaa fii Ramadhan.” (Ya Allah Berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban wa Berkahilah kami di bulan Ramadhan). (HR. Ahmad, No. 2228. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Awsath, No. 4086, dengan teks agak berbeda yakni, “Wa Balighnaa fii Ramadhan.” Al Baihaqi, Syu’abul Iman, No. 3654)
Senin, 02 Mei 2016
UJIAN AKHIR DTA TAHUN 2016
MDTA Miftahul Ulum Desa Tugu Kecamatan lelea Kabupaten Indramayu, telah melaksanakan Ujian Akhir DTA Tahun 2016 pada tanggal 25-30 April 2016. Alhamdulillah pelaksanaan berjalan lancar dan tertib. Peserta ujian berjumlah 36 siswa, 17 Laki-laki dan 19 perempuan.
Selasa, 01 Maret 2016
PORSADIN TAHUN 2016
MDTA Miftahul Ulum mengikuti PORSADIN Tingkat Kecamatan Lelea pada tanggal 28 Februari 2016. Alhmadulillah mendapat Juara 1 Khitobah Putri, Juara 2 Futsal, Juara 2 Cerdas Cermat, Juara 2 Kaligrafi Putra-Putri, Juara 3 Murottal. Walaupun pencapaian ini menurun daripada pelaksanaan PORSADIN pada tahun yang lalu, tapi semangat anak2 tidak pernah padam....
Langganan:
Postingan (Atom)